Wapres Gibran Di Bengkulu Mendengarkan Suara Rakyat, Tindakan mahasiswa dan aktivis pemuda yang seringkali disongsong pagar kawat marettoto dan barikade aparatur, ini kali berbuntut pada kejadian sangat jarang yang sentuh public. Di tengah-tengah kelangkanya BBM dan deretan masalah yang menggunung di Bengkulu, Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka malah ambil jalan berlainan: dia duduk dengan mereka yang turun ke jalan, dengar secara langsung suara dari susunan akar rumput.
Tatap muka yang berjalan Senin malam (27/5) di Hotel Mercure Bengkulu itu jadi perhatian nasional. Bukan hanya karena diadakan tanpa prosedur ketat yang batasi ruangan kritikan, tapi juga karena menunjukkan style kepimpinan yang berlainan dari pimpinan muda di atas bangku paling tinggi ke-2 republik ini. Di depan mahasiswa dan aktivis yang pernah berdemo, Wakil presiden Gibran bukan hanya mohon maaf atas kelangkaan BBM, tapi juga menyikapi tiap masalah secara konkret—dari penimbunan barisan SPBU, pendangkalan Dermaga Pulau Baai, sampai masalah agraria. Sikap ini membuat public terhenyak, ucapnya.
Direktur Gagas Nusantara, Romadhon Jasn, memandang cara Wakil presiden Gibran sebagai bentuk kepimpinan yang berkaitan dengan jaman. “Pimpinan jangan menara gading. Dia harus dengar, pahami, apabila perlu, duduk langsung dengan mereka yang paling dekat sama realitas. Tersebut yang sudah dilakukan Wakil presiden di Bengkulu,” ucapnya ke mass media, Kamis (28/5)
Pada pertemuan tersebut, mahasiswa sampaikan enam tuntutan, termasuk mendesak pemerintahan pusat mengaudit distribusi BBM dan turunkan pajak kendaraan motor. Di luar sangkaan, Wakil presiden bukan hanya memerhatikan, tapi selekasnya memerintah supaya lima SPBU di Bengkulu bekerja 24 jam dan aktifkan Pertashop untuk mengurai barisan. Dua team deputi wakil presiden di turunkan untuk tindak lanjuti semua inspirasi yang masuk. Tanggapan cepat ini dipandang sebagai bentuk kepimpinan eksekutif yang tidak tunda, terangnya.
Romadhon mengutamakan jika tindakan duduk bersama aktivis bukan sekedar pencitraan. “Dalam politik ini hari, gesture kecil dapat berpengaruh besar. Saat Wakil presiden Gibran buka ruangan duduk bersama mahasiswa tanpa mematikan kritikan, itu pesan kuat jika negara masih mempunyai telinga,” tegas Romadhon.
Cara Gibran, lanjut Romadhon, menjadi preseden baru dalam rekanan di antara penguasa dan masyarakat. Di tengah-tengah kecondongan pimpinan menjauhi demo jalanan, Gibran malah datang dan dengar. “Dia tidak tiba dengan janji, tapi dengan respon secara langsung. Berikut kepimpinan partisipatif yang diharap public, bukan style elitis yang repot bersolek di sosial media,” katanya.
Public juga memberi respon. Di sosial media, tagar #GibranDengarRakyat sempat jadi pembicaraan hangat. Beragam kelompok beri pujian keberanian dan kerendahan hati Gibran. Untuk banyak aktivis muda, ini menjadi peristiwa sangat jarang saat petinggi tinggi negara buka pintu diskusi tanpa menggurui atau meremehkan. “Berikut keberanian yang bersatu dengan kerendahan hati. Dua kualitas yang jarang-jarang kita saksikan bersama ini hari,” kata Romadhon.
Keadaan Bengkulu sendiri memang memerlukan pengatasan cepat dan terarah. Kelangkaan BBM tidak cuma merepotkan mobilisasi masyarakat, tetapi juga menghajar bidang ekonomi lokal. Dengan duduk bersama mahasiswa dan dengar langsung, Wakil presiden sudah buka ruangan partisipatif dalam tata urus negara yang kerap kali kering akan diskusi. “Bila pendekatan semacam ini terus dilaksanakan, tidak cuma permasalahan yang usai, tetapi keyakinan public kembali sembuh,” tandas Romadhon.
Cara Wakil presiden Gibran di Bengkulu berpesan dalam: jika negara jangan tuli pada suara jalanan. Saat kekuasaan dipadankan empati, saat tersebut peraturan lahir dari dalam hati dan bukan sekedar hitung politik. Masyarakat tidak perlu pimpinan yang prima, mereka cuma ingin didengarkan dan dipandang. Demikianlah keinginan itu kembali tumbuh, Tutupnya.